Babullah
diangkat menjadi Sultan Ternate pada tahun 1570 menggantikan
ayahnya Sultan Hairun yang dibunuh Portugis pada tanggal 28
Peberuari 1570. Sejak tahun 1570 sampai 1575 terjadi perang antara
kerajaan Ternate dan Portugis. Sejak kematian ayahnya, Babullah
bersumpah tidak akan menghentikan perang sebelum semua orang
Portugis terusir dari kerajaannya. Tindakan pertamanya ialah
mengepung benteng Portugis (Sao Paulo). Kepungan itu sangat erat
sehingga tidak seorangpun dapat masuk atau keluar benteng. Dengan
demikian diharapkan orang-orang Portugis akan menyerah setelah
persediaan makanan mereka habis. Pengepungan berlangsung selama
lima tahun dan akhirnya orang-orang Portugis menyerah.
Babullah
memberikan kesempatan selama 24 jam bagi orang-orang Portugis
untuk meninggalkan kerajaan Ternate. Ia berjanji bahwa semua orang
Portugis dengan harta miliknya boleh berangkat ke Ambon atau
Malaka secara damai. Tiga hari sesudah penyerahan benteng, tibalah
sebuah kapal Portugis dan diterima dengan baik oleh Sultan.
Kemudian semua orang Portugis bersama-sama orang Kristen Ternate
berpindah ke Ambon. Orang-orang Portugis yang kawin dengan
wanita-wanita Ternate boleh menetap. Dikemudian hari mereka
berpindah ke Tidore.
Sultan
Tidore mempergunakan kesempatan ini untuk bersahabat dengan
Portugis yang kemudian mengizinkan mereka mendirikan benteng di
Tidore. Sultan Babullah terus berusaha mencari pembunuh ayahnya
dengan mengirim utusan ke Spanyol. (Tahun 1580 Portugis
dipersatukan dengan Spanyol) yang dipimpin oleh Naik. Tugas mereka
menuntut agar Raja Spanyol menghukum pembunuh Hairun. Namun
ternyata bahwa si pembunuh yaitu Mesquita sudah meninggal. Sultan
Babullah akhirnya wafat pada bulan Juli tahun 1583 dan diganti
oleh Sultan Said (1583 – 1606). Perang terhadap bangsa Portugis
masih terus berlanjut dan berkobar sampai di Mabon. Peperangan
terus berlanjut sampai masuknya penjajah baru yaitu orang-orang
Belanda yang mengalahkan Portugis tahun 1605
|