Hairun
diangkat menjadi Sualtan Ternate menggantikan Sultan Tabarija pada
tahun 1538. Pada permulaan pemerintahannya, hubungan dengan
orang-orang Portugis agak baik. Tetapi kemudian timbul
pertentangan-pertentangan karena ulah Portugis yang memulai dengan
politik menopoli perdagangan rempah-rempah yang ditentang kerajaan
Ternate. Sejak tahun 1515 hubungan baik dengan Portugis terganggu.
Gubernur Duarto d’Eca menuntut penyerahan hasil cengkih dari
Pulau Makian. Hairun menolak. Tindakan penghinaan terjadi lagi.
Sultan Hairun dan ibunya ditangkap dan dipenjarakan. Rakyat
Ternate angkat senjata dan perdamaian tidak akan terjadi lagi.
Peperangan
yang timbul di antara tahun 1563 – 1570 menghancurkan
usaha-usaha perdagangan Portugis. Sultan Hairun mengirim putranya
Babullah dengan suatu armada yang kuat menyerang orang-orang
Portugis di Ambon. Mereka dibantu oleh rakyat Hitu dan orang-orang
Jawa. Sebaliknya armada Portugis yang dipimpin Antonio Peaz
menyerang armada Ternate dan sekutunya. Peperangan di Ambon dan
sekitarnya berlangsung seru bahkan beralih menjadi perang agama
antara penduduk beragama Islam melawan penduduk beragama Kristen,
jalan ke perdamaian dicari.
Pada
tanggal 27 Pebruari 1570 diadakan perdamaian antara Ternate dan
Portugis. Dengan hikmat Sultan Hairun bersumpah atas Quran dan
Gubernur Lopez de Mesquita atas Kitab Misa, bahwa mereka akan
memelihara perdamaian yang kekal. Tetapi keesokan harinya Mesquita
berkhianat. Ketika Hairun datang mengunjunginya di benteng,
Mesquita menyuruh saudaranya Antoni Pimentel membunuhnya. Sejak
tanggal 28 Pebruari 1570 sampai tahun 1575 terjadi perang antara
kerajaan Ternate dan Portugis. Yang memaklumkan perang itu adalah
Babullah putera Sultan Hairun yang diangkat menjadi Sultan
Ternate. Pada saat itu ia bersumpah tidak akan menghentikan perang
sebelum semua orang Portugis terusir dari kerajaannya
|